Mentari kecil di ufuk barat
masih menyisakan cahaya
meski langit mulai menggigil.
Di bawahnya, aku berjalan perlahan
membawa bayangan cinta yang tak selesai,
dan rindu yang tak bisa kuletakkan di pelukan siapa pun.
Hanya kesunyian kerinduan menanti,
perjalanan panjang rasa lelah ini tak pernah kunjung padam
seperti riak gunung berapi
yang memuntahkan darah bumi di dalam dada.
Setiap anginnya membawa nafas panas,
menghantam hati yang rapuh
Disana, di bawah gunung yang meraung-raung itu
ada secarik sinar dari kejauhan
seakan memanggil,
mengayuh pelan dalam lengang
ingin didengar, ingin dipeluk
meski suaranya tenggelam
dalam gemuruh luka luka yang belum lagi dewasa
Aku menatapnya dari lereng gelisah,
berharap sinar itu bukan sekadar ilusi,
melainkan suara cinta
yang masih tahu namaku,
Putri senja dalam kenangan apakah kau hanya bayang yang tersesat dari mimpi-mimpiku yang patah...