Dia duduk di tepi pagi,
kabut menggulung tubuhnya
seperti selimut yang lupa dirajut oleh waktu.
Angin berbisik dari selasela telinga
tentang nama-nama yang menguap
sebelum sempat melekat.
Di tangannya, ada dingin yang tak mau cair:
remang-remang kenangan,
jejak kaki yang terhapus embun.
Matanya memungut bayangan
dari pucuk pepohonan,
lalu menaruhnya kembali
ke dalam kantong sunyi.
Dunia di luar sana terlalu terang,
sedangkan dia
masih menyimpan seluruh hujan
di balik kelopak mata yang seakan tak mau pergi.